BAB I
PENDAHULUAN
Pola
konsumsi menjadi suatu bahasan yang tidak pernah habisnya untuk didiskusikan
dan dilakukan penelitian secara mendalam. Beragamnya latar belakang konsumen cenderung
mempengaruhi pola konsumsi dari konsumen tersebut. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pola konsumsi seseorang adalh faktor-faktor cultural yang dimiliki
atau berada disekitar konsumen tersebut.
Faktor budaya menjadi elemen yang
tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari seseorang, baik disaat menjadi
konsumen maupun tidak menjadi konsumen. Faktor budaya memiliki hubungan
signifikan terhadap pola konsumsi seseorang, terutama untuk produk-produk
tertentu yang mengusung secara khusus warna dan corak budaya tertentu.
Semakin tinggi strata sosial semakin
bervariasi makanan pokok yang dikonsumsi. Semakin kuat faktor budaya yang
dianut, semakin sedikit jenis makanan pokok yang dikonsumsi.
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, didapat rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana sejarah jawa?
2.
Bagaimana hidangan makan suku jawa?
3.
Bagaimana pola konsumsi makan suku jawa?
4.
Bagaimana konsep rumah mempengaruhi pola makan?
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, didapat tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut
untuk mendeskripsikan.
1.
Sejarah jawa.
2.
Hidangan makan suku jawa.
3.
Pola konsumsi makan suku jawa.
4.
Konsep rumah mempengaruhi pola makan.
BAB II
PEMBAHASAN
Jawa adalah pulau yang
sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik, merupakan pulau ketiga belas terbesar di dunia,
dan terbesar kelima di Indonesia. Deretan gunung-gunung berapi membentuk
jajaran yang terbentang dari timur hingga barat pulau ini. Terdapat tiga bahasa
utama di pulau ini, namun mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa.
Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu dari 60 juta penduduk Indonesia, dan sebagian
besar penuturnya berdiam di pulau Jawa. Sebagian besar penduduk adalah bilingual,
yang berbahasa Indonesia baik sebagai bahasa pertama
maupun kedua. Sebagian besar penduduk Jawa adalah Muslim, namun
terdapat beragam aliran kepercayaan, agama, kelompok etnis, serta budaya di
pulau ini.
Pulau ini secara administratif
terbagi menjadi empat provinsi, yaitu Jawa Barat,
Jawa Tengah,
Jawa Timur,
dan Banten;
serta dua wilayah khusus, yaitu DKI Jakarta
dan DI Yogyakarta.
Pulau ini merupakan bagian dari
gugusan kepulauan Sunda Besar dan paparan Sunda,
yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung tenggara benua Asia. Sisa-sisa fosil Homo erectus,
yang populer dijuluki "Si Manusia Jawa",
ditemukan di sepanjang daerah tepian Sungai Bengawan Solo, dan peninggalan
tersebut berasal dari masa 1,7 juta tahun yang lampau. Situs Sangiran
adalah situs prasejarah yang penting di Jawa. Beberapa struktur megalitik
telah ditemukan di pulau Jawa, misalnya menhir, dolmen, meja
batu, dan piramida berundak yang
lazim disebut Punden Berundak. Punden berundak dan menhir ditemukan di
situs megalitik di Paguyangan, Cisolok, dan Gunung Padang, Jawa Barat.
Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan struktur
monolit, teras batu, dan sarkofagus. Punden berundak ini dianggap sebagai strukstur
asli Nusantara dan merupakan rancangan dasar bangunan candi pada zaman kerajaan
Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima pengaruh peradaban
Hindu-Buddha dari India. Pada abad ke-4 SM hingga abad ke-1 atau ke-5 M Kebudayaan
Buni yaitu kebudayaan tembikar tanah liat berkembang di pesisir
utara Jawa Barat. Kebudayaan protosejarah ini merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara.
Pulau Jawa yang sangat subur dan
bercurah hujan tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di lahan basah,
sehingga mendorong terbentuknya tingkat kerjasama antar desa yang semakin
kompleks. Dari aliansi-aliansi desa tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan
kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi di sekitarnya
yang membentang di sepanjang pulau Jawa menyebabkan daerah-daerah interior
pulau ini beserta masyarakatnya secara relatif terpisahkan dari pengaruh luar.
Di masa sebelum berkembangnya negara-negara Islam serta kedatangan kolonialisme
Eropa, sungai-sungai yang ada merupakan utama perhubungan masyarakat, meskipun
kebanyakan sungai di Jawa beraliran pendek. Hanya Sungai Brantas
dan Bengawan Solo yang dapat menjadi sarana penghubung jarak jauh, sehingga
pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah pusat dari kerajaan-kerajaan
yang besar.
Diperkirakan suatu sistem
perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos
pungutan cukai telah terbentuk di pulau Jawa setidaknya pada pertengahan abad
ke-17. Para penguasa lokal memiliki kekuasaan atas rute-rute tersebut, musim
hujan yang lebat dapat pula mengganggu perjalanan, dan demikian pula
penggunakan jalan-jalan sangat tergantung pada pemeliharaan yang terus-menerus.
Dapatlah dikatakan bahwa perhubungan antar penduduk pulau Jawa pada masa itu
adalah sulit.
Suku Jawa (Jawa ngoko: wong
Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa
terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis
Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten
Indramayu
dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki
sub-suku, seperti Osing dan Tengger.
Orang
Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga
yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut
agama Buddha
dan Hindu
juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku
Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme
dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme
kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai
Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur.
D.
Profesi
Mayoritas orang Jawa berprofesi
sebagai petani, namun di perkotaan mereka mendominasi pegawai negeri sipil,
BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, pejabat legislatif, pejabat
kementerian dan militer. Orang Jawa adalah etnis paling banyak di dunia artis
dan model. Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, sebagai buruh
kasar dan pembantu rumah tangga. Orang Jawa mendominasi tenaga kerja Indonesia
di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Arab
Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, AS dan Eropa.
Pulau Jawa mempunyai pelbagai
kumpulan etnik: Jawa, Sunda
di Jawa Barat dan Madura
di pulau Madura di Jawa
Timur. Kumpulan etnik ini mempunyai masakan berlainan mereka sendiri.
Masakan Jawa (tidak termasuk orang
Sunda dan Madura) secara besar dibahagikan ke dalam tiga kumpulan utama:
·
Masakan Jawa Tengah
·
Masakan Jawa Timur
·
Hidangan Jawa umum
Ada kemiripan pada masakan-masakan
tersebut tetapi perbezaan utama terletak pada perisanya. Masakan Jawa Tengah
adalah lebih manis dan kurang pedas, sementara masakan Jawa menggunakan kurang gula
dan lebih cili,
kemungkinan dipengaruhi oleh masakan Madura.
Nasi
adalah makanan asasi yang umum, dan disertakan dengan setiap hidangan. Gaplek, atau ubi kayu
kering, kadang-kadang dicampur ke dalam nasi atau mengganti nasi. Roti dan
biji-bijian adalah tidak umum, walaupun mi dan kentang sering dihidang sebagai
iringan pada nasi.
Hampir 90% orang Jawa beragama Islam,
dan akibatnya, kebanyakan dari masakan Jawa tidak menggunakan daging babi.
Hanya sedikit etnik di Indonesia menggunakan daging babi (dan sumber protein
lain yang dianggap "haram" di bawah hukum pemakanan Islam) dalam
masakan mereka, yang paling ketara masakan Bali,
masakan Cina Indonesia,
dan masakan Manado.
1.
Masakan
di jawa tengah
Makanan di Jawa Tengah
dipengaruhi oleh dua kerajaan kuno Yogyakarta
dan Surakarta
(juga secara umum digelarkan Solo). Banyak dari hidangan khusus Jawa Tengah
mengandungi nama-nama kawasan di mana makanan pertama menjadi masyhur.
Contohnya:
- Bakso Solo: Bakso secara harfiah bermakna bola daging, diperbuat dari daging lembu, dan dikhidmat dalam sup panas masak dengan mi mung bean-thread, sayur-sayuran hijau, kubis cencang, dan pelbagai kuah (cili, tomato). Versi ini dari solo mempunyai bola daging saiz besar, saiz bola tenis. Juga digelarkan Bakso Tenis. Bakso adalah hidangan berpengaruh Cina, tetapi menjadi sebuah snek masyhur di sepanjang Indonesia.
- Ayam goreng Kalasan/Klaten: Ayam, direbus dalam rempah (ketumbar, bawang putih, candlenut, dan ciri air kelapa secara kuat) kemudian digoreng dalam hingga rangup. Dihidang dengan sambal dan ulam sayur mentah.
- Timlo Solo: Sebuah sup daging lembu dan sayur-sayuran.
- Soto Kudus: Soto adalah sebuah sup Indonesia dicampur dengan kunyit, dan dapat dibuat dengan ayam, daging lembu, atau daging kambing. Versi dari Kudus, sebuah bandar JAwa Tengah, dibuat dari ayam.
- Jenang Kudus: Sebuah daging manis dibuatkan dari tepung beras, gula melaka dan santan.
- Lumpia Semarang: Popia goreang atau kukus. Intipatinya berbeza, tetapi terdiri terutamanya dari daging dan pucuk rebung. Ia dihidang dengan kacang soya ditapai manis (taucu) atau sos bawang putih manis. Suatu lagi iringan adalah acar dan cili
- Sate Blora: Satay ayam
- Swikee Purwodadi: Kaki katak dimasak dalam sup kacang soya ditapai (taucu).
- Srabi Solo: Sebuah pancake dibuatkan dari santan, dicampur dengan sedikit tepung beras sebagai pemekat. Srabi dapat dihidang sederhana, atau dengan atasan seperti pisang dibelah, nangka dicencang, taburan coklat (muisjes), atau keju.
- Nasi Bogana Tegal: Sebuah hidangan nasi putih dibalut dalam daun pisang dan dihidang dengan kepelbagaian hidangan tepi.
- Teh poci Tegal: Teh brewed dalam sebuah teko tanah liat, dihidang dengan gula rock. Tegal, sebuah bandar Jawa Terngah, adalah sebuah penghasil utama teh berkualiti tinggi.
Hidangan lain yang
mungkin berasal dari Jawa Tengah adalah:
·
Wingko babat:
Sebuah kek dibuat secara besar dari pulut
dan kelapa desiccated, toasted and sold warm.
·
Madu mongso: Suatu
daging manis dibuat dari pulut hitam ditapai, dimasak dalam santan dan gula. Ia
melekat dan sangat manis, dan dibalut dalam husk jagung.
·
Bakpia: Sebuah
pastri manis dengan pes mung bean bergula.
·
Tongseng: Suatu
kari kuat rempah tulang mendalam daging kambing, yang cepat-cepat digoreng
ringan sewaktu menjual dengan menambah sayur-sayuran.
·
Bakmoy: ketulan
kecil tauhu goreng, ayam dan telur rebus dengan rebusan ayam & penyeleraan
dibuat dari kicap manis.
2. Masakan Jawa Timur
Masakan Jawa Timur secara besar
dipengaruhi oleh masakan Madura - Madura
menjadi sebuah penghasil utama garam, oleh itu tinggalnya gula dalam banyak
hidangan. Banyak hidangan Jawa Timur adalah biasanya Madura, seperti Soto
Madura dan Sate
Madura, biasanya dijual oleh peneroka Madura.
Walaupun adanya
banyak hidangan dari nama bandar bercantum pada mereka, versi tempatan ini
diadakan dalam setiap bandar. Hidangan berkaitan bandar termasyhur adalah:
·
Pecel Madiun: Suatu ulam
sayur-sayuran, Ia biasnaya dihidang sebagai suatu iringan dengan nasi. Keropok
kacang atau ikan kering/udang (rempeyek) dihidang di tepi. Jangan
dikelirukan dengan pecel lele,
yang adalah ikan sembilang
tempatan goreng dalam dihidang dengan sambal.
·
Soto
Madura:
Suatu sup daging lembu asas kunyit asas dan bahagian dalam binatang yang
disembelih, dihidang dengan telur rebus, dan sambal.
Other dishes that
are not location-specific:
·
Rawon
·
Rujak CingurSemanggi: A
salad made of boiled semanggi (M. crenata) leaves that grow in paddy
fields. It is dressed in a spicy peanut sauce.
·
Lontong balap
·
Tahu campur
·
Tahu tek
·
Ronde
·
Ayam penyet.
·
Bebek goreng
·
Klepon
·
Jajan pasar
·
Cwie mie
·
Kripik tempe
3.
Hidangan Jawa umum
Hidangan umum Jawa, yang dapat
dijumpa di sepanjang Jawa tanpa berkenaan lokasi.
·
Sayur asem: Sayur-sayuran
dalam sup perisa asam jawa. Dapat dihidang panas atau sejuk.
·
Pepes: Daging,
ayam, atau ikan air tawar/makanan laut dicampur dengan pes rempah, dibalut
dalam daun pisang, kemudian dikukus atau bakar.
·
Tumis sayuran:
Sayur-sayuran goreng ringan, baisanya dicampur dengan cili dan pes rempah.
·
Sayur lodeh: sayur
campuran, direbus dalam santan.
F.
Konsep Rumah Dijawa Yang
Mempengaruhi Pola Makan
Secara umum, konsep ruang makan tidak ada di
kalangan orang Jawa. Arsitektur rumah lama di Jawa tidak menyediakan tempat
khusus untuk ruang makan. Ruang tamu, ruang untuk makan, dan ruang untuk
keluarga bercampur.
Kultur agraris memperlihatkan makan pagi
dilaksanakan di sawah atau ladang. Para petani harus sudah keluar dari rumah
sebelum matahari menyengat. Akibatnya, mereka tidak bisa makan pagi di rumah.
Setidaknya pengamatan Thomas Stamford Raffles dalam History of Java
(1817)
juga menyebutkan hal seperti itu. Bahkan pengamatan Augusta de Wit yang datang
pada 1890-an dalam Java: Facts and Fancies menyebutkan, orang Jawa makan pagi
di sungai setelah mandi.
Ahli kebudayaan Jawa dari Universitas Negeri
Semarang, Teguh Supriyanto, mengatakan, orang Jawa memang tidak mengenal ruang
makan. Kebiasaan agraris menjadikan orang Jawa tidak memerlukan ruang makan
secara khusus. Makan siang pun kadang dilakukan di sawah.
Kebiasaan makan di sawah atau kebun
mengakibatkan sikap tubuh saat makan di rumah pun persis seperti di sawah.
Duduk dengan jegang (kaki naik), duduk bersila, sambil makan tanpa sendok mudah
terlihat, bahkan hingga sekarang sekalipun.
Rumah tanpa ruang makan ini masih bisa
ditemui di beberapa tempat seperti di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Arsitektur rumah tidak menyediakan ruang makan secara khusus. Bahkan, meja
untuk menaruh makanan pun kadang tidak ada. Keluarga yang mau mengambil nasi
ataupun sayur dan lauk mengambil langsung di dapur. Setelah itu, mereka makan
di sembarang tempat.
Pergeseran mulai terjadi di keluarga-keluarga
yang tinggal di kota kecamatan. Mereka sudah mulai memiliki ruang makan tetapi
masih bercampur dengan dapur. Kedua ruangan ini tidak ada sekatnya. Mereka
masih menaruh berbagai benda, seperti sepeda motor, jemuran pakaian, dan gabah,
di ruangan itu. Keadaan ini bisa ditemukan di sebuah keluarga di Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Makanan kadang tersedia di meja makan, tetapi
ini pun dilakukan bila ada tamu. Bila tidak ada tamu, anggota keluarga tetap
saja mengambil makanan langsung dari perapian atau dapur. Setelah itu, mereka
tetap saja makan di sembarang tempat, mulai dari ruang tamu hingga dapur.
Posisi badan bisa duduk di kursi, amben, dan lantai.
Bila ada tamu, kadang mereka menemani makan.
Namun tidak sedikit si empunya rumah tidak menemani makan para tamu. Bagi para
tamu yang terbiasa dengan kehangatan di meja makan, hal ini kadang membuat
canggung. Bagaimana mungkin saat tamu makan tetapi tuan rumah malah tidak
makan? Bagi orang Jawa sendiri, hal ini untuk menghormati tetamunya, tetapi
belum tentu diterima oleh tamunya. Masih lumayan tuan rumaqh mau menemani
sambil mengobrol meski dia tidak makan.
Berikutnya kita bisa menemukan rumah yang
memiliki ruang makan yang tidak tergabung dengan dapur. Akan tetapi, ruang
makan ini seadanya saja. Ada meja makan dan ditata layaknya ruang untuk makan.
Meja hanya berfungsi untuk meletakkan makanan. Berbagai peralatan ada di meja
makan, tetapi terkesan seadanya.
Ruang makan berikutnya berada di keluarga
yang secara serius merancang ruang makan ketika rumahnya dibangun. Di ruang
makan terdapat berbagai peralatan dan dilengkapi berbagai atribut, seperti
telapak meja dan satu set alat makan. Alat makan seperti garpu sudah digunakan
setiap kali makan.
Di kota besar, ruang makan kadang terbuka dan
tanpa sekat dengan dapur dan ruang tamu. Mereka yang duduk di ruang tamu bisa
melihat meja makan dan isinya. Perubahan ini sangat mungkin terkait dengan
minimnya tanah, tetapi bisa juga karena perubahan gaya hidup. Mereka makin
terbuka. Di sisi lain mereka ingin menampilkan gaya hidup terbaru. Mereka ingin
menunjukkan pilihan desain ruangan dan menu makanan yang sesuai dengan gaya
yang paling baru. Identitas mereka juga ingin ditunjukkan melalui penataan
ruang makan.
Meski banyak orang Jawa telah memiliki ruang
makan dan mengetahui tata sopan santun makan, tetap saja sikap-sikap orang
agraris masih melekat. Meski mereka makan di meja makan dengan berbagai
peralatan, tetap saja ada kerinduan untuk makan di tempat yang
"bebas" seperti warung kaki lima. Mereka juga kadang ingin makan
dengan tangan langsung alias tanpa sendok. Mereka juga mengunjungi rumah makan
tradisional yang kadang tak memerlukan sikap badan yang penuh dengan sopan
santun.
Masih melekatnya sifat-sifat agraris dalam
hal makan dan pemahaman keberadaan ruang makan hingga sekarang sebenarnya
merupakan perjalanan panjang orang Jawa dari sekadar makan untuk mengisi perut
hingga mereka mengenal tata cara makan dan ruang makan.
Pengenalan itu hingga sekarang belum selesai.
Sikap-sikap tubuh dalam makan masih saja menunjukkan kebiasaan makan masyarakat
agraris. Tidak sedikit yang merasa ruang makan juga masih terasa asing. Ruang
makan masih dianggap pelengkap sebuah rumah atau sekadar ruangan yang bermeja
untuk menaruh makanan.
Pengenalan orang Jawa mengenai konsep ruang
makan sangat mungkin terkait dengan keberadaan orang Belanda di Nusantara. Keluarga-keluarga
Belanda mempekerjakan penduduk setempat untuk menjadi pembantu. Para pembantu
inilah kemudian mengenal berbagai jenis makanan orang Belanda, tata cara makan,
dan ruang makan.
Akan tetapi, pengenalan yang lebih masif
terjadi sekitar abad ke-19 saat Belanda memberi kesempatan bagi penduduk untuk
mulai masuk dalam sejumlah kehidupan orang Belanda, seperti menjadi pejabat dan
kesempatan bersekolah. Analisa pengenalan kebudayaan Belanda ini setidaknya
terdapat dalam buku Dutch Culture Overseas karya Frances Gouda. Penduduk
pribumi kemudian mengenal gaya hidup orang Belanda. Pola-pola peniruan gaya
hidup ini merasuk hingga soal kebutuhan ruang makan dan juga menu yang
ditampilkan.
"Konsep ruang makan dan tata cara makan
memang dipengaruhi oleh Belanda," kata Teguh. Sejak saat itu, orang Jawa
mengenal ruang makan. Meski demikian, orang Jawa tetap tidak mudah untuk akrab
dengan ruang makan. Di keluarga modern pun kadang kaki bisa diangkat ke kursi
saat makan. Ruang makan masih menjadi ruangan yang asing bagi orang Jawa.
BAB III
PENUTUP
Jawa
adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik, merupakan pulau ketiga belas terbesar di dunia,
dan terbesar kelima di Indonesia. Deretan gunung-gunung berapi membentuk
jajaran yang terbentang dari timur hingga barat pulau ini.
Pola
konsumsi makanan jawa hamper sama dengan pola konsumsi masyarakat Indonesia
lainnya. Makanan jawa cendrung manis dan banyak menggunakan gula.
Hidangan umum Jawa,
yang dapat dijumpa di sepanjang Jawa tanpa berkenaan lokasi.
·
Sayur asem:
Sayur-sayuran dalam sup perisa asam jawa. Dapat dihidang panas atau sejuk.
·
Pepes: Daging,
ayam, atau ikan air tawar/makanan laut dicampur dengan pes rempah, dibalut
dalam daun pisang, kemudian dikukus atau bakar.
·
Tumis sayuran:
Sayur-sayuran goreng ringan, baisanya dicampur dengan cili dan pes rempah.
·
Sayur lodeh: sayur
campuran, direbus dalam santan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S.: Prinsip
Dasar Ilmu Gizi: Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. 2002.
Arisman, MB.: Gizi
dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi.
Jakarta : EGC. I: 2-13, 2004.
Akhmadi, A:Kebiasaan
makan masyarakat . Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. 54-67, 2003.
Tag :
Makalah Antropologi
0 Komentar untuk "Contoh Makalah Antropologi Tentang Suku Jawa"