BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Sebagai mana kita ketahui bahwa binmbingan
konseling memiliki landasan religius, psikologi, budaya, filosofis, pedagogis,
historis dan landasan legalistik. Setiap landasan memiliki peran yang sama
pentingnya dalam proses bimbingan dan konseling. Sebagian besar masyarakat
berpendapat bahwa klien atau siswa melakukan tindakan kenakalan karena
kurangnya keilmuan agama yang mana didalamnya ada landasan moral, sehingga
petugas bimbingan konseling haruslah mengerti dan faham bagaimana penyampaian
norma-norma agama kepada klien dan bagaimana membimbing klien kepada
penyelesaian berdasarkan agama atau landasan religius. Tidak hanya itu dalam mencari
problem klien hendaknya pembimbing atau konselor melihat dan menelaah
psikologis klien sebagaimana psikologis sebagai landasan bimbingan konseling.
B. rumusan
masalah
1. apa yang
dimaksud landasan religius/agama dan landasan psikologis?
2. Apa
peranan landasan religius dan landasan psikologis dalam pelaksanaan bimbingan
konseling?
C. tujuan
penulisan
1. untuk
mengetahui apa yang dimaksud landasan religius/agama dan landasan psikologis.
2. Untuk
mengetahui apa peranan landasan religius dan landasan psikologis dalam pelaksanaan
bimbingan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan
agama dalam proses bimbingan konseling
Menurut
pendapat para ahli jiwa, yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang
adalah kepribadian. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman
yang dilaluinya sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Dengan memberikan
pengalaman-pengalaman yang baik dan nilai-nilai moral yang sesuai dengan ajaran
agama sejak lahir, semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan
kepribadian. Takdir firman berpendapat bahwa agama terhadap kehidupan manusia
memang cukup menarik, khususnya agama islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas
para nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah yang baik dan juga
para nabi sebagai figur konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan
permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia agar manusia
keluar dari tipudaya setan, seperti tertuang dalam ayat 1-3 surat al-‘asr. “demi masa. Seungguh, manusia dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta
saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.”
Dengan kata
lain, manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai kemampuan dan
kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan
tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
Dalam hal ini
islam memberi perhatian pada proses bimbingan. Allah menunjukan adanya
bimbingan nasehat atau petunjuk bagi orang yang beriman dalam melakukan
perbuatan terpuji. “sungguh kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia
ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya.”
Berikut landasan
religius diperlukannya bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok,
yaitu:
1. Manusia sebagai Mahluk Tuhan
Manusia adalah mahluk Tuhan yang
memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tdiak boleh
dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Perlu adanya bimbingan yang
akan mengarahkan sisi-sisi kemanusiaan tersebut pada hal-hal positif.
2. Sikap Keberagamaan
Agama yang menyeimbangkan antara
kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap keberagamaan. Sikap
keberagamaan tersebut pertama difokuskan pada agama itu sendiri, agama harus
dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup, nilai-nilainya harus diresapi
dan diamalkan. Kedua, menyikapi peningkatan iptek sebagai upaya lanjut dari
penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat.
3. Peranan Agama
Pemanfaatan unsur-unsur agama
hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat menempatkan klien
sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri sehingga
agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan agama sebagai
pedoman hidup ia memiliki fungsi :
a.
Memelihara
fitrah
b.
Memelihara
jiwa
c.
Memelihara
akal
d.
Memelihara
keturunan
Landasan religius dalam layanan
bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia
sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan
manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya
yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006)
bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan
konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa
Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak
memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini
sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai
spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan
dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
B.
Peranan
psikologi dalam proses bimbingan konseling
Landasan psikologis merupakan
landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku
individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Landasan prikologis dalam BK
memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menajadi sasaran
(klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling
adalah tingkah laku klien, yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau
dikembangkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi Untuk keperluan bimbingan
dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologi perlu dikuasai,
yaitu tentang:
1. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan
dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif
yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia
lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang
terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau
keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut
diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik)
maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku
instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
2. Pembawaan Dasar dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan
dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.
Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari
keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit,
golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu.
Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu
berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada
individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau
bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius),
normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula
dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif
dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup
dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana
yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak
dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
3. Perkembangan individu
Perkembangan individu berkenaan
dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa
konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik
dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa
teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan,
diantaranya :
a. Teori dari McCandless tentang
pentingnya doronganbiologis dan kultural dalam perkembangan individu;
b. Teori dari Freud tentang dorongan
seksual;
c. Teori dari Erickson tentang
perkembangan psiko-sosial;
d. Teori dari Piaget tentang perkembangan
kognitif;
e. Teori dari Kohlberg tentang
perkembangan moral;
f. Teori dari Zunker tentang
perkembangan karier;
g. Teori dari Buhler tentang
perkembangan sosial; dan
h. Teori dari Havighurst tentang
tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya,
konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya
sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta
keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
4. Belajar, balikan dan penguatan
Belajar merupakan salah satu konsep
yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar,
seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan
belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti
perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan
memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah
tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan,
baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk
terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat
psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang
berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan
rujukan, diantaranya adalah :
a. Teori Belajar Behaviorisme
b. Teori Belajar Kognitif atau Teori
Pemrosesan Informasi; dan
c. Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini
mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
5. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya
masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan
komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W.
Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi
tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,
akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih
lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik
bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu
dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur
psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi
kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga
menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang
kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak
dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik
dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan
Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori
Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull,
Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin
Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
a.
Karakter;
yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat.
b.
Temperamen;
yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c.
Sikap;
sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
d.
Stabilitas
emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
e.
Responsibilitas
(tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f.
Sosiabilitas;
yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti:
sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan
dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang
dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap
motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya
(klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi
aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh
kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin
mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi
bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor
dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori
belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian
klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan
kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat
menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang
harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi
perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi
kepribadian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian
pengalaman-pengalaman yang baik dan nilai-nilai moral yang sesuai dengan ajaran
agama sejak lahir, semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan
kepribadian. Kemudian dalam membina kepribadian tersebut,
hendaknya konselor landasan psikologis. Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah
tingkah laku klien
DAFTAR PUSTAKA
Amti, herman dan Prayitno. Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta:
PT. Rineka Cipta. 2004
Salahudin, anas. Bimbingan dan konseling.
Bandung: Pustaka Setia. 2010
Sarwono, sarlito W. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. 2011
Tag :
MAKALAH BK
0 Komentar untuk "Makalah Bimbingan dan Konseling: Agama dan Psikologis sebagai Landasan dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling"