Pada manusia terdapat bermacam-macam kebutuhan yang
muncul pada setiap saat. Kebutuhan-kebutuhan yang pertama-tama harus dipenuhi
adalah kebutuhan-kebutuhan akan makanan dan oksigen, yaitu kebutuhan-kebutuhan
yang bila tidak dipenuhi akan menyebabkan manusia itu tidak dapat
mempertahankan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan seperti ini disebut kebutuhan-kebutuhan
dasar atau kebutuhan-kebutuhan primer atau kebutuhan-kebutuhan
fisiologis.
Akan tetapi manusia tidak mungkin hidup secara wajar,
sejahtera, sehat. dan berbahagia apabila kebutuhan-kebutuhan primer saja yang
dipenuhi. Manusia membutuhkan sesuatu yang lain, yaitu yang dapat memberinya
perasaan sejahtera dan bahagia, seperti kebutuhan akan pujian, kasih sayang,
keleluasaan bertindak, perasaan aman dan bebas, dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan
yang terakhir ini bersifat psikis dan para ahli menamakannya kebutuhan sekundcr atau
kebutuhan psikologis.
Ralph Linton mengemukakan beberapa
kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi sebagai kebutuhan yang penting agar
seseorang bisa hidup sejahtera tanpa hambatan-hambatan dalam perkembangan
intelek, emosi maupun cara-cara penyesuaian diri. Kebutuhan-kebutuhan dimaksud
adalah :
1.
Respons erriosionil, misalnya pujian, perhatian, kasih
sayang.
2.
Perasaan aman, sehingga tidak merasa ada tekanan atau
kekangan dalam menampilkan diri atau menunjukkan ide atau pendapat.
3.
Pengalaman atau hal baru, yang memberi kesempatan untuk
mengetahui, mengalami atau mempelajari sesuatu yang baru. Keinginan belajar,
mendengarkan radio, membaca koran, tidak lain adalah manifestasi dari kebutuhan
jenis ini.
Di samping pembagian kebutuhan menurut Ralph
Linton seperti tersebut di atas, masih banyak sistim penggolongan kebutuhan
yang dilakukan oleh para ahli lainnya. Memang untuk mendapatkan suatu sistim
pembagian kebutuhan yang menyeluruh, yang berlaku umum, sangat sukar, karena
jenis-jenis kebutuhan itu adalah demikian banyaknya dan bersifat pribadi
(tergantung sekali pada keadaan masing-masing individu). Sekalipun demikian,
beberapa sistim penggolongan kebutuhan, khususnya yang menerangkan macam-macam
kebutuhan pada anak, akan diberikan di sini untuk memberikan sekedar gambaran
mengenai sangat bervariasinya kebutuhan-kebutuhan yang ada, dan dalam keadaan
demikian usaha para ahli untuk menggolong-golongkan kebutuhan sering
"overlapping" satu dengan lainnya (satu kebutuhan yang sama diberi
nama yang berbeda oleh ahli yang berbeda).
A.H. Maslow mengemukakan,
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar perkembangan anak dapat
berlangsung dengan baik, adalah :
1.
Kebutuhan fisiologis.
2.
Kebutuhan akan perasaan aman ("safety").
3.
Kebutuhan akan cinta-kasih dan kebutuhan rnemiliki atau
dimiliki ("love and belonging").
4.
Kebutuhan untuk mengetahui dan mengartikan sesuatu
("desire to know and to Understand").
5.
Kebutuhan akan penghargaan ("esteem").
6.
Kebutuhan akan kebebasan bcrtingkah laku tanpa
hambatan-hambatan dari luar ("self actualization").
Sarjana lainnya, L.J. Cronbach, mengemukakan macam-macam
kebutuhan sebagai berikut :
1.
Kebutuhan akan afeksi, di mana seseorang ingin
memperoleh respons atau perlakuan hangat dari orang lain misalnya dari orang
tua, guru, atasan, dan lain-lain.
2.
Kebutulran untuk diterirna di lingkungan kawan-kawan
yang sebaya, atau dalam kelompoknya, selingga ia tidak merasa tersisihkan atau
terkucil dari lingkungannya.
3.
Kebutuhan untuk diterima oleh tokoh-tokoh otoriter,
dalam arti dimengerti pendapat-pendapatnya, kemampuan-kemampuannya maupun
prestasi-prestasinya.
4.
Kebutuhan akan rasa bebas dan tidak terkekang dalam bertingkah
laku, sejauh tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
5.
Kebutuhan akan harga diri, yang menumbuhkan kepercayaan
diri.
Pertanyaan yang sering timbul adalah : Apakah
kebutuhan kasih sayang, pujian dan lain-lain yang tergolong kebutuhan psikologis
sudah ada pada anak-anak, sedangkan mereka belum mampu menangkap
pengertian-pengertian ? Para ahli banyak membahas tentang hal ini dan
kesimpulan yang didapat adalah bahwa pada anak-anak memang lebih
dititik-beratkan tindakan atau perlakuan yang didapat dari orang lain, daripada
ucapan-ucapan yang mengandung pengertian-pengertian tertentu. Seorang anak
sudah mampu membedakan mana perlakuan yang disertai kasih sayang, dan mana yang
sebaliknya.
Sebagai aspek kedua dari lingkaran motifasi ialah
tingkah laku yang. dipergunakan sebagai alat atau cara agar supaya tujuan dapat
tercapai. C. T. Morgan menyebutkan
aspek ini dengan istilah instrumental
behaviour.
Tingkah laku ini apakah sesuai atau tidak sesuai,
baik atau tidak baik, melanggar atau tidak melanggar norma, semuanya disebut
tingkah laku. Jadi berbeda dengan pengertian sehari-hari tingkah laku yang
dimaksud di sini meliputi dari kelakuan yang baik sampai kelakuan yang tidak
baik. Misalnya, seorang anak yang ingin sekali diberi uang oleh ibunya ia bisa
bertingkah laku merengek-rengek, berguling-guling di tanah, mengancam atau
merusak barang-barang.
Beberapa bentuk tingkah laku instrumental menurut
Morgan adalah :
- Aktivitas. Ialah gerakan-gerakan yang timbul menyertai adanya kebutuhan. Misalnya gerakan-gerakan yang diperlihatkan bayi ketika ia lapar, atau gerakan-gerakan gelisah pada seorang yang sedang berusaha memecahkan persoalan.
- Gerakan-gerakan naluriah. Suatu gerakan yang dapat dilakukan tanpa dipelajari terlebih dahulu. Gerakan-gerakan inilah yang memungkinkan seorang bayi dapat melangsungkan hidupnya. Misalnya, gerakan pada bayi yang tengah menetek pada ibunya.
- Refleks. Suatu gerakan yang diperlihatkan seseorang untuk mempertahankan atau melindungi tubuh dari kemungkinan-kemungkinan cacat, cedera, luka, dan lain-lain. Biasanya gerak refleks terjadi secara cepat sekali. Misalnya refleks pada mata agar tidak rusak kalau tiba-tiba ada cahaya yang intensitasnya kuat, atau benda asing yang mungkin merusak mata.
- Belajar secara instrumental. Yaitu mempelajari sesuatu yang terjadi tanpa sengaja. Misalnya, seorang anak mengatakan "pusing" ketika sedang membuat soal-soal berhitung yang sulit. Karena anak mengatakan "pusing", maka gurunya mengizinkannya pulang untuk beristirahat. Kalau ini terjadi berulang-ulang, anak lama-lama akan 'paham' bahwa untuk menghindarkan diri dari soal-soal hitungan sulit ia cukup mengatakan "pusing kepala". Jadi "pusing kepala" dipergunakan sebagai alat sehingga keinginannya menghindari tugas yang tidak menyenangkan tercapai.
Kalau di atas kita membicarakan tentang tingkah
laku, maka ada hal lain yang juga penting untuk diperhatikan yaitu bagaimana
sampai seorang bertingkah laku. Untuk sampai kepada suatu tingkah laku, maka
seseorang akan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1.
Adanya atau timbulnya motif.
2.
Pertarungan antara motif-motif bilamana pada suatu saat
terdapat beberapa motif yang muncul secara serempak.
3.
Mengambil putusan atau menentukan pilihan motif.
4.
Mewujudkan tingkah laku bermotifasi.
Dalam hubungan ini maka perlu diperhatikan tahap
kedua, yaitu tahap pertarungan antar motif-motif, karena tahap ini bisa membawa
seseorang ke dalam suatu situasi konflik.
Situasi konflik adalah situasi di mana seseorang
merasa bimbang atau bingung karena harus memilih antara dua atau beberapa motif
yang muncul pada saat yang bersamaan. Kebimbangan itu ditandai pula dengan
adanya ketegangan dalam mengambil suatu keputusan atau pilihan. Konflik
mempunyai beberapa macam bentuk, yaitu :
1. Approach-avoidance conflict atau konflik mendekat-menjauh. Konflik ini
timbul bilamana pada suatu saat yang sama timbul dua motif yang berlawanan
mengenai satu obyek, motif yang satu positif (menyenangkan) yang lain negatif
(merugikan, tidak menyenangkan). Karena itu ada kebimbangan, apakah akan
mendekati atau menjauhi obyek itu. Contoh : Seorang ingin naik kuda karena
menyenangkan (motif positif), tetapi ia takut jatuh (motif negatif).
Konflik dapat dikenali karena beberapa ciri yang
umum sifatnya. Ciri-ciri daripada konflik adalah :
1.
Terjadi pada setiap orang dengan reaksi-reaksi yang
berbeda untuk rangsang yang sama, hal ini tergantung pada faktor-faktor yang
pribadi sifatnya.
2.
Konflik terjadi bilamana motif-motif mempunyai nilai
yang seimbang atau kira-kira sama, sehingga menimbulkan kebimbangan dan ketegangan.
3.
Konflik akan segera hilang kalau keputusan telah
ditetapkan.
4.
Konflik dapat berlangsung dalam waktu yang singkat,
mungkin beberapa detik, tetapi bisa juga berlangsung lama, berhari-hari,
berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Contoh: Konlfik yang berlangsung cepat misalnya dialami pada seseorang
ketika mau menyeberang jalan, di mana untuk beberapa saat bingung dalam
menentukan apakah akan menyeberang atau menanti kendaraan lewat lebih dahulu.
Konflik yang berlangsung lama dapat dialami pada seseorang yang ragu-ragu terus
dalam menentukan pilihan sebagai pasangan hidupnya.
Tujuan ("goal")
Tujuan dapat berfungsi untuk memotifasikan tingkah
laku. Tujuan juga menentukan berapa aktif kita akan bertingkah laku, sebab
tingkah laku selain ditentukan oleh motif dasar juga ditentu kan oleh keadaan
dari tujuan. Kalau tujuannya menarik, kita akan lebih aktif bertingkah laku.
Misalnya, pada suatu saat kita ingin menonton bioskop. Besar atau tidaknya
keinginan untuk menonton bioskop itu tergantung dari filmnya, menarik atau
tidak. Jadi film berfungsi untuk menentukan berapa aktif tingkah laku kita.
Dalam hubungan ini ada aspek lain dari tujuan, yaitu insentif (incentive).
Insentif adalah perangsang untuk meningkatkan aktivitas. Misalnya supaya
aktivitas kerja naik, para karyawan dalam suatu perusahaan diberi tambahan uang
("bonus") sebagai perangsang.
Seperti kita ketahui tingkah laku manusia itu
bersifat majemuk, maka tujuan tingkah laku seringkali tidak hanya satu. Di
samping ada tujuan pokok (primary goal) ada
pula tujuan lain atau tujuan sekunder
("secondary goal"). Misalnya, seorang anak kecil ingin
makan. Untuk mendapatkan makanan ia menangis. Karena menangis, anak digendong
ibunya dan diberi makanan. Pada saat ia diberi makan, maka tujuan pokoknya
tercapai yaitu mendapat makanan, tetapi pada saat itu pula ia merasakan senangnya
digendong. Pada lain waktu, kalau ia menangis lagi, maka ia tidak saja ingin
makan, tetapi juga ingin digendong sambil makan. Jadi sudah timbul tujuan
sekunder, yaitu digendong. Contoh lain, seorang masuk restoran, tujuan pokoknya
adalah makan. Tujuan sekundernya mungkin adalah mendapatkan kesenangan dengan
situasi restoran, mendapat pelayanan di restoran dan sebagainya.
Seperti dalam proses belajar instrumental, tujuan
sekunder juga diperoleh melalui suatu proses belajar. Tetapi berbeda dengan
proses belajar instrumental, di mana seseorang seakan-akan secara tidak sengaja
mempelajari suatu cara untuk memperoleh sesuatu, maka dalam proses terjadinya
tujuan sekunder tidak ada persoalan tidak sengaja atau sengaja. Dalam tujuan
sekunder, memang tujuan itu sudah ada dalam situasi, dikehendaki atau tidak
dikehendaki, disadari atau tidak disadari.
Kalau tujuan sudah tercapai, maka timbul pertanyaan,
apakah masih tetap ada dorongan untuk bertingkah laku. Misalnya, seseorang
bekerja keras untuk menjadi kaya. Setelah kaya, ternyata ia terus bekerja
keras, padahal sebenarnya sudah tidak perlu lagi. Hal ini mungkin disebabkan
karena keinginan-keinginannya meningkat (ingin lebih kaya lagi), tetapi
mungkin juga disebabkan oleh apa yang dinamakan functional autonomy (otonomi fungsionil). Morgan
mendefinisikan "otonomi fungsionil" sebagai suatu fungsi atau
dorongan yang berlangsung terus tanpa "reinforcement" (penambahan
tenaga) untuk bertingkah laku terutama yang berhubungan dengan hal-hal yang
fisiologis. Hal ini dapat diumpamakan sebuah roda yang diputar dengan tangan
dan kemudian tangan diangkat ("reinforcement" ditiadakan), roda
masih akan tetap berputar sendiri untuk beberapa waktu lamanya. Demikian pula
orang yang bekerja keras di contoh di atas, masih tetapi bekerja keras,
walaupun dorongan semula (yaitu untuk menjadi kaya) sudah tidak ada lagi (sudah
tercapai).
2.2
Implikasi Motif Anak Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar
KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
Pendidikan di Amerika Serikat dewasa ini sangat
menekankan pada keunggulan (excellonce). Masalahnya, untuk mencapai hal
tersebut, apa yang harus diajarkan,
bagaimana mengajarkannya serta bagaimana membangkitkan minat belajar murid.
Pencapaian keunggulan bukan hanya bagi anak-anak yang cerdas tetapi juga
ditujukan bagi anak-anak biasa. Konsep pendidikan atau pengajaran hanya
dipersiapkan bagi anak rata-rata agar sesuai bagi setiap kelompok anak, adalah
kurang tepat. Persoalannya, bagaimana menyiapkan bahan pengajaran yang dapat
merangsang minat belajar anak cerdas, tetapi juga tidak mematikan minat atau
tetap mendorong minat belajar anak-anak yang tidak cerdas. Untuk mencapai
cita-cita pendidikan unggul dibutuhkan kurikulum yang sesuai, pendidikan guru
yang efektif, menggunakan alat-alat bantu pengajaran yang cukup serta
diciptakan berbagai usaha pemberian motivasi.
Pembangkitan motif belajar pada anak, sukar
dilaksanakan apabila proses belajar lebih menekankan pada satuan-satuan
kurikulum, sistem kenaikan kelas, sistem ujian, serta mengutamakan kontinuitas
dan pendalaman belajar.
Salah satu sistem untuk membangkitkan motif belajar
para siswa, yang sekarang sedang dikembangkan adalah yang disebut meritocracy.
Meritocracy merupakan sistem pengajaran yang menekankan pada kompetisi atau persaingan. Dalam sistem meritocracy siswa mempunyai
kesempatan untuk maju terus sesuai dengan prestasi belajar yang dicapainya.
Posisi dalam sekolah selanjutnya ditentukan oleh record di sekolah sebelumnya.
Kesempatan pendidikan selanjutnya bahkan juga kesempatan pekerjaan
selanjutuya, ditentukan oleh sukses sebelumnya. Dalam sistem meritocracy anak
yang pandai dapat berkembang pesat, jauh meninggalkan teman-temannya, tetapi
sebaliknya anak yang kurang pandai akan jauh tertinggal. Sistem meritocrecy
dapat membangkitkan motif yang sangat besar bagi anak-anak yang pandai, tetapi
dapat mematahkan semangat anak-anak yang kurang. Sistem meritocrecy/ selain
mempunyai beberapa kebaikan, juga mempunyai beberapa efek negatif terutama
berkenaan dengan suasana belajar. Efek yang kurang baik dalam suasana belajar
dapat dikontrol dengan perencanaan yang matang.
Dalam sekolah yang menekankan sistem kompetitif,
dibutuhkan usaha-usaha remedial terutnma untuk anak-anak lambat belajar. Penyuluhan
khusus sering dibutuhkan bukan saja oleh anak-anak yang lambat tetapi juga anak cepat. Remedial dan penyuluhan bukan
satu-satunya jawaban untuk mengatasi masalah belajar yang bersifat kompetitif.
Salah satu kelemahan sistem meritocrecy adalah terlalu menekankan pada science
dan teknologi, pelajaran yang berkenaan dengan humanisme kurang sekali. Hal itu
dapat diatasi dengan menggunakan sistem pendidikan yang pluralistis. Pendidikan
seni, musik, drama serta pendidikan humanitas lainnya sangat membantu untuk
mencapai keseimbangan.
2.3
Usaha-usaha Untuk Membangkitkan Motivasi Belajar Pada
Anak
Beberapa hal yang dapat diusahakan untuk
membangkitkan motif belajar pada anak yaitu :
1. Pemilihan bahan pengajaran yang berarti bagi anak
Sesuatu bahan pengajaran yang berarti bagi anak yang
disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan tingkat kemampuan berfikir anak dan
disampaikan dalam bentuk anak lebih aktif, anak banyak terlibat dalam proses
belajar dapat membangkitkan motif belajar yang lebih berjangka panjang.
2. Menciptakan kegiatan belajar yang dapat
membangkitkan dorongan untuk menemukan
Kegiatan belajar mengajar harus menarik dan
menggairahkan siswa, sehingga siswa merasa berkepentingan sekali terhadap
aktivitas itu. Dalam konteks ini terjadilah semacam kontak belajar. Kondisi ini
akan lebih mengikat siswa untuk menjaga keberadaan program dan partisipasinya
dalam pembelajaran, tentu saja posisi guru harus menempatkan dirinya lebih
sebagai pasilitator, pendorong dan pendukung yang mampu menjadikan kegiatan
belajar mengajar itu sebagai aktivitas yang produktif dan media untuk berlatih
dalam memecahkan persoalan akademik khususnya dan persoalan kehidupan pada
umumnya.
3. Menerjemahkan apa yang akan diajarkan dalam bentuk
pikiran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
4. Harus adanya hubungan antara guru/siswa
Guru yang memiliki hubungan posotif dan menilai
sikap yang akomdatif terhadap semua siswa tanpa menunjukan deskriminasi secara
berarti terhadap siswanya, akan berkemungkinan dapat menghasilkan guru, tidak
hanya sebagai pribadi melainkan juga bidang studi yang dipegangnya menjadi
favorit siswa. Suasana positif ini berpeluang besar dapat mendorong siswa untuk
rajin dan bersemangat untuk belajar dan menyelesaikan tugas, kendatipun berat
bebannya.
5. Guru memberikan hadiah
Kemudahan guru memberikan hadiah yang layak kepada
siswa yang berprestasi merupakan langkah yang strategis dalam mengembangkan
minat belajar siswa. Apapun jenis dan tingkat hadiah yang diberikan, cenderung
memiliki potensi yang mampu mendorong siswa lebih bergairah dan menyukai
kegiatan sebelumnya.
6. Guru yang efektif akan memungkinkan setiap siswa
memiliki kemandirian yang cukup. Perlakuan ini dapat mendorong siswa untuk
semakin bebas mengembangkan dirinya dan berimprovisasi dalam menghadapi
tantangan hidupnya. terutarna yang berkenaan dengan persoalan akademik. Tidak
sedikit perlakuan yang kurang memberikan kebebasan kepada siswa dapat berakibat
siswa kurang bersemangat dan bergairah dalam belajar.
7. Penataan kelas yang baik
Selain daripada itu guru dapat menciptakan
lingkungan fisik dan sosial yang kondusif dengan melakukan manajemen. kelas
yang memungkinkan tercipta suasana yang nyaman bagi anak. Penataan kelas dengan
tatanan bangku yang bervariasi dengan dilakukan penyusunan ulang setiap cermin
tertentu, diharapkan dapat memberikan suasana yang tidak membosankan siswa yang
setiap hari di kelas. Pemberian dekorasi yang menawarkan suasana segar dan
menantang penghuninya cenderung membuat siswa dapat bertahan lama melakukan
kegiatan ini dalam ruangan, bahkan lebih menarik lagi kalau tempat kegiatan
belajar tidak tergantung sepenuhnya dengan tempat yang ada di dalam kelas,
melainkan dapat saja kegiatan dilaksanakan di luar kelas, termasuk juga
diperpustakaan atau di halaman buka yang
tentu saja harus ada jaminan bahwa kegiatan itu dapat dikelola, secara efektif.
Mengundang sumber ke dalam kelas untuk membagi
pengalamannya dengan siswa, jadi bukan guru saja yang diandalkan satu-satunya
sebagai pusat informasi, melainkan orang lain yang memiliki kompetensi juga dapat
diundang ke kelas atau anak-anak dapat dibawa ke tempat orang sumber itu
berada. Variasi kegiatan semacam akan memberikan inspirasi baru bagi siswa.
Siswa tidak hanya mendapatkan lnformasi yang lebih, dapat juga terjadi bahwa
kehadiran orang sumber itu justru
memberikan motivasi tersendiri, terlebih-lebih mereka akan
mengidolakannya. Orang sumber dapat saja para ahli atau praktisi di lapangan,
atau justru orang tua siswa yang memiliki latar belakang akademik tertentu atau
propesi tertentu yang dapat memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi
anak didik. Motivasi kepada anak yang dibangun melalui cara ini nampak sangat
efektif bila dicoba, termasuk di SD, Sebab, pemberian informasi yang lengkap
tentang bidang tertentu dapat dicapai dalam suasana yang demikian.
Sekolah-juga dapat menegakkan kegiatan-kegiatan yang
bernuansa memberikan motivasi terhadap belajar siswa.
8. Sekolah yang dapat membangun tempat belajar yang
bebas dari kebisingan dan polusi lainnya, akan memberikan dukungan positif bagi
anak untuk bertahan belajar di sekolah. Hai ini dapat diwujudkan dengan
membangun taman, tempat belajar, ruang kelas yang tidak pengap, dan sebagainya.
Selain aspek fisik, aspek emosi dan sosial juga perlu mendapat perhatian
tersendiri. Hubungan antar pribadi di sekolah harus ditegaskan sedemikian rupa,
sehingga komunikasi sosial berjalan dengan lancar. Tidak sampai muncul
kecemburuan sosial yang hanya diakibatkan oleh perbedaan status sosial dan
ekonomi.
Tag :
Makalah Psikologi
0 Komentar untuk "Contoh Makalah Psikologi Tentang Motivasi Belajar Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar"