katazikurasana30. Diberdayakan oleh Blogger.

Kajian Konflik, Pengertian Konflik, Pengendalian Konflik Yang Efektif, Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi


2.1.2.      Kajian Konflik

2.1.2.1 Pengertian Konflik

Terdapat perbedaan pandangan para pakar dalam mengartikan konflik.  Setidaknya ada tiga kelompok pendekatan dalam mengartikan konflik, yaitu pendekatan individu, pendekatan organisasi, dan pendekatan sosial. Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan individu antara lain disampaikan oleh Ruchyat dan Winardi (2004: 2) mengemukakan bahwa
”Konflik individu adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang”.
Senada dengan pendapat ini Winardi (2004: 169) mengemukakan
”Konflik individu adalah konflik yang terjadi dalam individu bersangkutan. Hal ini terjadi jika individu 1) harus memilih antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama memiliki daya tarik yang sama, 2) harus memilih antara dua macam alternatif negatif yang sama tidak memiliki daya tarik sama sekali, dan 3) harus mengambil keputusan sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun negatif yang berkaitan dengannya.”

Winardi (2004: 1) mengemukakan bahwa:
”Konflik sebagai suatu proses interaksi sosial, dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih berbeda atau bertentangan dalam pendapat dan tujuan mereka.”
Menurut Hasibuan (2003:139) mengartikan bahwa:
”Konflik sebagai perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok masyarakat yang akan mencapai  nilai yang sama.”
Menurut Luthans dalam Handoko (2006: 247) mengartikan
”Konflik sebagai ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota kelompok organisasi”
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu proses interaksi sosial, dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih berbeda atau bertentangan dalam pendapat dan tujuan mereka. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pimpinan sudah seharusnya memiliki keterampilan komunikasi dan penanganan konflik yang tentunya dapat membantu mereka mengimplementasikan keputusan-keputusan untuk mendukung proses pencapaian tujuan suatu organsiasi. Untuk dapat mencapai hal ini, pimpinan harus dapat mengenali hambatan-hambatan yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi yang dapat memacu terjadinya konflik.
Keterampilan komunikasi yang baik dapat mengklarifikasi konflik yang timbul serta dapat memperkecil konsekuensi negatif dari konflik itu sendiri terhadap individual dan organsiasi. Pimpinan dituntut untuk memahami akar dari sebuah konflik, mendiagnosis situasi konflik untuk dapat menemukan substansi spesifik dan perbedaan emosional lainnya yang mendasari terjadinya konflik tersebut sehingga dapat ditemukan sebab-sebab dari perbedaan ini. Berbagai strategi konflik harus diketahui oleh seorang pimpinan, sehingga dapat diputuskan strategi mana yang cocok untuk berbagai macam konflik yang dihadapi.

2.1.2.2 Pengendalian Konflik Yang Efektif

Untuk menangani konflik dengan efektif, setiap individu harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Spiegel dalam Ernie Tisnawati Sule (2006: 292) menjelaskan lima tindakan menangani konflik antara lain :

a.       Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan –bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.      Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c.       Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d.      Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama–sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).
e.       Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadi hal yang harus dipertimbangkan

2.1.2.3 Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi

Robbins (2003: 137) mengemukakan tiga pandangan mengenai konflik, yaitu pandangan tradisional (Traditional view of conflict), pandangan hubungan manusia (human relations view of conflict), dan pandangan interaksional (interactionism view of conflict).
Pandangan tradisional (traditional view of conflict) menganggap semua konflik buruk. Konflik dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah kekerasan, perusakan dan ketidakrasionalan demi memperkuat konotasi negatifnya. Konflik memiliki sifat dasar yang merugikan dan harus dihindari. Pandangan tradisional ini menganggap konflik sebagai hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang-orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para pegawai.
Pandangan hubungan manusia (human relations view of conflict), menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik itu tidak terelakan, aliran hubungan manusia menganjurkan penerimaan konflik. Konflik tidak dapat disingkirkan, dan bahkan adakalanya konflik membawa manfaat pada kinerja kelompok.
pandangan interaksional  (interactionism view of conflict), menyatakan bahwa konflik merupakan suatu interaksi yang terjadi antara pihak-pihak terkait yang melibatkan suatu kelompok tertentu sehingga mengikbatkan suatu aksi dan reaksi yang dapat menimbulkan suatu ketidaksepahaman antar keduabelah pihak.
Secara teoretik Robbins (2003: 438), mengemukakan terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah sebuah konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja organisasi. Konflik disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi di antara kelompok yang merugikan organisasi atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi.
Winardi (2004: 25) menggambarkan pandangan kuno dan pandangan modern tentang konflik yang menjadi pembeda antara konflik masa lalu dan konflik masa kini dalam organisasi.


Tabel  2.1 Perbedaan Pandangan Mengenai Konflik
PANDANGAN KUNO
PANDANGAN MODERN
Konflik dapat dihindari
Konflik tidak dapat dihindari
Konflik disebabkan karena adanya kesalahan manajemen dalam hal mendesain dan manajemen organisasi-organisasi atau karena adanya pengacau-pengacau
Konflik muncul karena aneka macam sebab, termasuk di dalamnya struktur organisatoris, perbedaan-perbedaan dalam tujuan-tujuan yang tidak dapat
dihindari, perbedaan-perbedaan dalam persepsi-persepsi, serta nilai-nilai personalia yang terspesialisasi dan sebagainya
Konflik merusak organisasi yang bersangkutan dan menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal.
Konflik membantu, kadang-kadang menghambat hasil pekerjaan organisatoris dengan derajat yang berbeda-beda.
Tugas manajemen adalah meniadakan konflik
Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik, dan pemecahannya hingga dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal
Agar dapat dicapai hasil prestasi  organisatoris optimal, maka konflik perlu ditiadakan. 
Hasil pekerjaan optimal secara organisatoris, memerlukan konflik moderate.

Sumber : Winardi (2004: 25)


Pandangan kuno beranggapan bahwa konflik hanya akan merusak organisasi dan menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal dan cenderung menghindari konflik. Sedangkan pandangan modern bersamsi bahwa konflik cenderung dapat membantu dan kadang-kadang menghambat hasil pekerjaan organisatoris dengan derajat yang berbeda-beda tetapi di satu sisi konflik sangat diperlukan guna meningkatkan energi dalam organisasi dalam hal-hal yang lebih positif.

2.1.2.4 Proses Terjadinya Konflik

Konflik tidak terjadi secara seketika, melainkan melalui tahapan-tahapan tertentu.  Robbins (2003:321) menjelaskan konflik terjadi melalui lima tahap, yaitu tahap oposisi atau ketidakcocokan potensial; tahap kognisi dan personalisasi; tahap maksud; tahap perilaku; dan tahap hasil.
Gambar 2.1  Proses Konflik
Sumber: Robbins (2003)
Tahap I: Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial
Langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Demi sederhananya, kondisi ini (yang juga dapat dipandang sebagai kasus atau sumber konflik) telah dimampatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
Jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I mempengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk oposisi atau ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi anteseden hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh, dan sadar akan adanya, konflik itu. Tahap II penting karena di situlah persoalan konflik cenderung didefinisikan.

Tahap III: Maksud
Maksud berada di antara persepsi serta emosi orang dan perilaku terang-terangan mereka. Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Dapat diidentifikasikan lima maksud penanganan-konflik: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak tegas dan tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas), dan berkompromi (tengah-tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan)
Tahap IV: Perilaku
Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai hasil perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadangkala perilaku terang-terangan menyimpang dari maksud-maksud yang orsinil.
Tahap V: Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil ini dapat fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok. 

Untuk melanjutkan silahkan --- KLIK DISINI ---  
Tag : Tesis
0 Komentar untuk "Kajian Konflik, Pengertian Konflik, Pengendalian Konflik Yang Efektif, Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi "

Back To Top