2.1.2. Kajian Konflik
2.1.2.1 Pengertian Konflik
Terdapat perbedaan pandangan
para pakar dalam mengartikan konflik.
Setidaknya ada tiga kelompok pendekatan dalam mengartikan konflik, yaitu
pendekatan individu, pendekatan organisasi, dan pendekatan sosial. Pengertian
konflik yang mengacu kepada pendekatan individu antara lain disampaikan oleh
Ruchyat dan Winardi (2004: 2) mengemukakan bahwa
”Konflik individu adalah
konflik yang terjadi dalam diri seseorang”.
Senada dengan pendapat ini Winardi
(2004: 169) mengemukakan
”Konflik individu adalah konflik yang
terjadi dalam individu bersangkutan. Hal ini terjadi jika individu 1) harus
memilih antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama memiliki daya
tarik yang sama, 2) harus memilih antara dua macam alternatif negatif yang sama
tidak memiliki daya tarik sama sekali, dan 3) harus mengambil keputusan sehubungan
dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun negatif yang
berkaitan dengannya.”
Winardi (2004: 1) mengemukakan bahwa:
”Konflik sebagai suatu proses
interaksi sosial, dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih berbeda
atau bertentangan dalam pendapat dan tujuan mereka.”
Menurut Hasibuan (2003:139)
mengartikan bahwa:
”Konflik sebagai perbedaan
pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok masyarakat yang akan
mencapai nilai yang sama.”
Menurut Luthans dalam Handoko (2006:
247) mengartikan
”Konflik sebagai
ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota kelompok organisasi”
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa konflik merupakan suatu proses interaksi sosial, dimana dua orang atau
lebih, atau dua kelompok atau lebih berbeda atau bertentangan dalam pendapat
dan tujuan mereka. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pimpinan sudah
seharusnya memiliki keterampilan komunikasi dan penanganan konflik yang
tentunya dapat membantu mereka mengimplementasikan keputusan-keputusan untuk
mendukung proses pencapaian tujuan suatu organsiasi. Untuk dapat mencapai hal
ini, pimpinan harus dapat mengenali hambatan-hambatan yang dapat mengganggu
efektivitas komunikasi yang dapat memacu terjadinya konflik.
Keterampilan komunikasi yang baik dapat
mengklarifikasi konflik yang timbul serta dapat memperkecil konsekuensi negatif
dari konflik itu sendiri terhadap individual dan organsiasi. Pimpinan dituntut
untuk memahami akar dari sebuah konflik, mendiagnosis situasi konflik untuk
dapat menemukan substansi spesifik dan perbedaan emosional lainnya yang
mendasari terjadinya konflik tersebut sehingga dapat ditemukan sebab-sebab dari
perbedaan ini. Berbagai strategi konflik harus diketahui oleh seorang pimpinan,
sehingga dapat diputuskan strategi mana yang cocok untuk berbagai macam konflik
yang dihadapi.
2.1.2.2 Pengendalian Konflik Yang Efektif
Untuk menangani konflik dengan efektif,
setiap individu harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak
yang mempunyai konflik. Spiegel dalam Ernie Tisnawati Sule (2006: 292)
menjelaskan lima tindakan menangani konflik antara lain :
a. Berkompetisi
Tindakan ini
dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan
pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu
membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan
pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini.
Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan –bawahan,
dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas
kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan
jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun
psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi
menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika
masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik
untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang
tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi
stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita
mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat
keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik
dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan
baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Kompromi
Tindakan ini dapat
dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama–sama
penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).
e.
Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pilihan
tindakan ada pada diri sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan.
Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar
pribadi menjadi hal yang harus dipertimbangkan
2.1.2.3 Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi
Robbins (2003: 137) mengemukakan tiga pandangan mengenai
konflik, yaitu pandangan tradisional (Traditional
view of conflict), pandangan hubungan manusia (human relations view of conflict), dan pandangan interaksional (interactionism view of conflict).
Pandangan tradisional (traditional view of
conflict) menganggap
semua konflik buruk. Konflik dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan
istilah kekerasan, perusakan dan ketidakrasionalan demi memperkuat konotasi
negatifnya. Konflik memiliki sifat dasar yang merugikan dan harus dihindari.
Pandangan tradisional ini menganggap konflik sebagai hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara
orang-orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan
aspirasi para pegawai.
Pandangan hubungan manusia (human relations view
of conflict), menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam semua
kelompok dan organisasi. Karena konflik itu tidak terelakan, aliran hubungan
manusia menganjurkan penerimaan konflik. Konflik tidak dapat disingkirkan, dan
bahkan adakalanya konflik membawa manfaat pada kinerja kelompok.
pandangan interaksional (interactionism
view of conflict), menyatakan
bahwa konflik merupakan suatu interaksi yang terjadi antara pihak-pihak terkait
yang melibatkan suatu kelompok tertentu sehingga mengikbatkan suatu aksi dan
reaksi yang dapat menimbulkan suatu ketidaksepahaman antar keduabelah pihak.
Secara teoretik Robbins (2003:
438), mengemukakan terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik fungsional dan
konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah sebuah konfrontasi di antara
kelompok yang menambah keuntungan kinerja organisasi. Konflik disfungsional
adalah setiap konfrontasi atau interaksi di antara kelompok yang merugikan
organisasi atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi.
Winardi (2004: 25)
menggambarkan pandangan kuno dan pandangan modern tentang konflik yang menjadi
pembeda antara konflik masa lalu dan konflik masa kini dalam organisasi.
Tabel
2.1 Perbedaan Pandangan Mengenai Konflik
PANDANGAN KUNO
|
PANDANGAN
MODERN
|
Konflik
dapat dihindari
|
Konflik
tidak dapat dihindari
|
Konflik disebabkan karena
adanya kesalahan manajemen dalam hal mendesain dan manajemen
organisasi-organisasi atau karena adanya pengacau-pengacau
|
Konflik muncul karena aneka
macam sebab, termasuk di dalamnya struktur organisatoris, perbedaan-perbedaan
dalam tujuan-tujuan yang tidak dapat
dihindari,
perbedaan-perbedaan dalam persepsi-persepsi, serta nilai-nilai personalia
yang terspesialisasi dan sebagainya
|
Konflik merusak organisasi
yang bersangkutan dan menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal.
|
Konflik membantu,
kadang-kadang menghambat hasil pekerjaan organisatoris dengan derajat yang
berbeda-beda.
|
Tugas manajemen adalah
meniadakan konflik
|
Tugas manajemen adalah
mengelola tingkat konflik, dan pemecahannya hingga dapat dicapai hasil
prestasi organisatoris optimal
|
Agar dapat dicapai hasil
prestasi organisatoris optimal, maka
konflik perlu ditiadakan.
|
Hasil pekerjaan optimal
secara organisatoris, memerlukan konflik moderate.
|
Sumber : Winardi (2004: 25)
Pandangan
kuno beranggapan bahwa konflik hanya akan merusak
organisasi dan menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal dan cenderung
menghindari konflik. Sedangkan pandangan modern bersamsi bahwa konflik
cenderung dapat membantu dan kadang-kadang menghambat hasil pekerjaan
organisatoris dengan derajat yang berbeda-beda tetapi di satu sisi konflik
sangat diperlukan guna meningkatkan energi dalam organisasi dalam hal-hal yang
lebih positif.
2.1.2.4 Proses Terjadinya Konflik
Konflik tidak terjadi secara
seketika, melainkan melalui tahapan-tahapan tertentu. Robbins (2003:321) menjelaskan konflik
terjadi melalui lima tahap, yaitu tahap oposisi atau ketidakcocokan potensial;
tahap kognisi dan personalisasi; tahap maksud; tahap perilaku; dan tahap hasil.
Gambar 2.1 Proses
Konflik
Sumber: Robbins (2003)
Tahap I: Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial
Langkah pertama
dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk
munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik,
tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Demi
sederhananya, kondisi ini (yang juga dapat dipandang sebagai kasus atau sumber
konflik) telah dimampatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur,
dan variabel pribadi.
Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
Jika
kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I mempengaruhi secara negatif sesuatu
yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk oposisi atau
ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi anteseden hanya
dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh, dan sadar
akan adanya, konflik itu. Tahap II penting karena di situlah persoalan konflik
cenderung didefinisikan.
Tahap III: Maksud
Maksud berada di
antara persepsi serta emosi orang dan perilaku terang-terangan mereka. Maksud
merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Dapat
diidentifikasikan lima maksud penanganan-konflik: bersaing (tegas dan tidak
kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak tegas dan
tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas), dan berkompromi
(tengah-tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan)
Tahap IV: Perilaku
Perilaku konflik
ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan maksud-maksud
setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini mempunyai suatu kualitas rangsangan
yang terpisah dari maksud. Sebagai hasil perhitungan atau tindakan yang tidak
terampil, kadangkala perilaku terang-terangan menyimpang dari maksud-maksud
yang orsinil.
Tahap V: Hasil
Jalinan
aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil
ini dapat fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan
kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.
Untuk melanjutkan silahkan --- KLIK DISINI ---
Untuk melanjutkan silahkan --- KLIK DISINI ---
Tag :
Tesis
0 Komentar untuk "Kajian Konflik, Pengertian Konflik, Pengendalian Konflik Yang Efektif, Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi "