BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Nabi Saw mendapat
berbagai macam perintah dalam firman Allah, yangartinya : “Hai orang yang
berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan, dan Rabbmu agungkanlah, dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu
memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk
(memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah” ( Al-Muddatstsiar : 1 - 7 ).
Sepintas lalu
ini merupakan perintah-perintah yang sederhana dan remeh. Namun pada hakikatnya
mempunyai tujuan yang jauh, berpengaruh sangat kuat dan nyata. Ayat-ayat ini
sendiri mengandung materi-materi dakwah dan tabligh. Dan semua ayat ini
menuntut tauhid yang jelas dari manusia, penyerahan urusan kepada Allah,
meninggalkan kesenangan diri sendiri dan keridhaan manusia, untuk dipasrahkan
kepada keridhaan Allah.
Sungguh ini
merupakan perkataan yang besar dan menakutkan, yang membuat beliau melompat
dari tempat tidurnya yang nyaman dirumah yang penuh kedamaian, lalu siap terjun
ke kancah diantara arus dan gelombang kehidupan. Setelah beliau
bangkit dari tempat tidurnya itu, dimulailah beban yang besar yang harus
dilaksanakan beliau. Mulai saat itu, hingga ia wafat, ia tidak pernah istirahat
dan diam. Tidak
hidup untuk diri sendiri dan keluarga beliau. Beliau bangkit dan senantiasa
bangkit untuk berdakwah kepada Allah, memanggul beban yang berat diatas
pundaknya, tidak mengeluh dalam melaksanakan beban amanat yang besar di muka
bumi ini, memikul beban kehidupan semua manusia, beban akidah, perjuangan dan
jihad di berbagai medan. Kita bisa membagi masa dakwah Rasulullah SAW menjadi
dua periode, yaitu :
·
Periode
atau fase Mekkah,
·
Periode
atau fase Madinah
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah Islam Di Masa Nabi
Muhammad Saw Pada Fase Makkah?
2. Bagaimana
sejarah Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Madinah?
C.
Tujuan
penulisan
1. Untuk
Mengetahui sejarah Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Makkah.
2. Untuk
Mengetahui sejarah Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Madinah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keadaan
Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Makkah.
1.
Dakwah
Secara Diam-Diam
Setelah menerima wahyu
kedua, Rasulullah menyadari tugas yang dibebankan pada dirinya. Maka mulailah
secara diam-diam mengajak orang memeluk Islam., mula-mula kepada keluarga kemudian
para sahabat dekat. Seorang demi seorang diajak agar mau meninggalkan agama
berhala dan hanya menyembah kepada Allah Yang Maha Esa. Usaha yang dilakukan
itu berhasil. Orang-orang yang mula-mula beriman adalah:
a) Istri
beliau sendiri, Khadijah
b) Kalangan
pemuda, Ali Ibn Abi Thalib dan Zaid Ibn Harits
c) Dari
kalangan budak, Bilal
d)
Orang tua/tokoh masyarakat, Abu Bakar
Al-Shiddiq. (A Syalabi: 1983; 84)
Setelah
Abu Bakar masuk islam, banyak orang-orang yang mengikuti untuk masuk agama islam, seperti: Utsman Ibn Affan,
Zubair Ibn Awwam, Talhah Ibn Ubaidillah, Fatimah Binti Khaththab, Arqam Ibn Abd.
al-Arqam, dan lain-lain. Mereka itu mendapat bimbingan agama langsung dari Rasulullah
sendiri. Sebagai pusat pembinaan waktu itu di rumah Arqam Ibn Abd. al-Arqam (Dar
al-Arqam). (Ibn Hisyam 1, 1375; 245-262)[1]
2.
Dakwah
Secara Terang-Terangan
Setelah Nabi Muhammad
SAW melakukan dakwah yang bersifat rahasia, terhimpunlah pengikut Nabi sebanyak
30 orang. Dakwah di kala itu di laksanakan secara diam-daim. Setelah fase itu,
Allah SWT memerintahkan kepada Nabi untuk berdakwah secara terang-terangan,
yaitu dengan turunnya ayat (Q.S Al Hijr15:94) yang Artinya: “ maka sampaikanlah
olehmu secara terang-terangan segala apa yang di
perintahkan
(kepada mu) dan berpalinglah dari orang-orang musrik” ( hasby as-syidiq,dkk
1977:992)
Ayat
inilah yang memerintahkan pada Rasulullah untuk berdakwah secara terus
terang dan terbuka. Rencana yang di lakukan,
pertama di tunjukan kepada kerabat sendiri, kemudian seluruh lapisan
masyarakat. Kegiatan dakwah secara terangan ini menambah jumlah pengikut yang
masuk islam. Hal ini tidak di senangi oleh orang-orang Quraisy apalagi secara
tegas Rasullulah mencela ibadah mereka, dan mencerca berhala yang di puja,
serta mengkritisi tradisi mereka yang sudah membudaya.[2]
Orang–orang
sama sekali tidak bisa membedakan antara
kenabian, kepemimpinan, dan kekuasaan .mereka mengira bahwa agama baru yang di
bawa oleh Nabi Muhammad akan merampas kekuasaan yang ada di tangan mereka.
Karena islam menyamakan antara tuan dan budak, maka mereka tidak menerima
realitas ini. Mereka mengingkari hari kebangkitan dimana kehidupan akan di
kembalikan lagi kepada manusia dan akan di perhitungkan amal yang pernah mereka
lakukan.
Mereka
selalu melakukan tradisi yang di lakukan oleh para leluhurnya (taklib). Mereka mengatakan
(sebagaimana yang Allah abadikan di dalam Al-Qur’an), “ cukuplah untuk kami apa
yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” (Al- Maidah : 104)
Orang-orang
Quraisy selalu mendukung orang-orang yang mengatakan bahwa Rasullah adalah
seorang yang gila dan penyihir. Mereka akan selalu menghalangi orang-orang yang
di dakwahi Rasullulah. Siksaan kepada orang-orang mukmin itu semakin keras dan
kejam. Maka berkatalah Rasululah kepada mereka, “pergilah kalian ke negeri Habasyah
karena disana ada seorang raja yang tidak ada seorangpun yang di dzolimi di
sisisnya.” Maka, pergilah kaum muslimin ke Habasyah.[3]
Dengan
meningkatnya aniaya Quraisy terhadap Nabi hijrahlah beliau ke Thaif, ke bani
Tsaqif dengan pengharapan akan memperoleh pertolongan serta mendapat tambahan
pengikut, akan tetapi kenyataan yang di terima sebaliknya Nabi di caci maki, di
lempari batu oleh anak-anak, sampai badannya berlumur darah. Hijrah ke Thaif
hanya mendapat satu orang hamba sahaya yang masuk islam, yaitu Addas.
Pengalaman
Thaif tidak menyurutkan dakwah Nabi. Pada tahun kesebelas kerasulan, di waktu
musim haji Nabi mengadakan kontak dakwah dengan jema’ah haji, tertariklah
sekelompok orang Aus dan Khazraj, penduduk kota Yatsrib, untuk masuk islam.
Pada tahun XI masuk tujuh orang, pada tahun XII masuk islam 12 orang, pada
tahun berikutnya datang lagi 72 orang penduduk Yatsrib menyatakan masuk islam dan
bersumpah setia akan membela serta melindungi Nabi. Penduduk Yatsrib yang sudah
masuk islam itu, memohon kepada Nabi untuk pindah ke Yatsrib.[4]
B.
Keadaan
Islam Di Masa Nabi Muhammad Saw Pada Fase Madinah.
1. Rasulullah Membangun Masyarakat Baru
Setalah tiba dan diterima penduduk
Yastrib ( Madinah ), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu.
Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah,
periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan
dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual
dan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan sebagai
Kepala Negara. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, nabi
segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama ,
pembangunan Masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting
untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Masjid pada
masa Nabi juga berfungsi sebagai pussat pemerintahan. Dasar kedua ,
Ukhuwah Islamiah , persaudaraan sesama musllim. Nabi mempersaudarakan
golongan Muhajirin dengan Anshor. Ini berarti menciptakan suatu bentuk
persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan
persaudaraan berdasarkan darah. Dasar ketiga , hubungan
persahabatan sengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.[5]
b. Perjanjian Dengan Pihak Yahudi
Setelah islam sudah terpancang
dibumi Madinah, dan islam juga sudah kokoh di negeri itu, maka Rasulullah
mengatur hubungan dengan selain golongan muslim. Perhatian beliau saat itu
terpusat untuk menciptakan keamanan, kebahagian dan kebaikan bagi semua
manusia. Untuk itu beliau menerapkan undang-undang yang luwes dan penuh
tenggang rasa, yang tidak pernah terbayangkan dalam kehidupan dunia yang selalu
dibayangi fanatisme.
Tetangga yang paling dekat dengan
orang muslim di Madinah adalah orang-orang Yahudi. Sekalipun memendam kebencian
dan permusuhan terhadap orang-orang Muslim, namun mereka tidak berani
menampakkannya. Rasulullah menawarkan perjanjian kepada mereka, yang intinya memberikan
kebebasan menjalankan agama dan memutar kekayaan, dan tidak boleh saling
menyerang atau memusuhi. Ada dua belas butir isi perjanjian itu, Diantaranya
adalah :
- Orang-orang Yahudi adalah satu umat dengan orang-orang Mukmin. Bagi orang Yahudi agama mereka dan bagi orang Mukmin agama mereka.
- Orang-orang Yahudi dan Mukmin masing–masing harus menafkahkan kehidupan mereka.
- Mereka harus saling bahu-membahu dalam menghadapi musuh yang hendak membatalkan perjanjian ini.
- Mereka harus saling menasehati, berbuat baik dan tidak boleh berbuat jahat.
- Perjanjian ini tidak boleh dilanggar kecuali memang dia orang yang zhalim dan jahat.
Dengan disahkannya perjanjian ini, maka Madinah dan
sekitarnya seakan-akan merupakan satu negara yang makmur. Ibukota Madinah dan
Presidennya, jika boleh disebut begitu, adalah Rasulullah SAW. Pelaksana
pemerintahan dan penguasa mayoritas adalah orang-orang Muslim. Sehingga dengan
begitu Madinah benar-benar menjadi ibukota bagi Islam.
c. Harta rampasan perang
Pada saat kafilah dagang kaum
Musyrik Mekkah mengadakan perjalanan dagang dari Syam ke Mekkah. Hal ini
diketahui orang-orang muslim. Ini merupakan kesempatan emas bagi pasukan
Madinah untuk melancarkan pukulan yang telak terhadap orang-orang Musyrik.
Pukulan dalam bidang politik, ekonomi dan militer.
Kafilah dagang itu sendiri membawa
harta kekayaan penduduk Mekkah, yang jumlahnya sangat melimpah, yaitu sebanyak
1000 ekor unta, yang membawa harta benda milik mereka, yang nilainya tidak
kurang dari 5000 dinar emas. Sementara yang mengawalnya tidak lebih dari empat
puluh orang.
Harta rampasan perang ini didapat
pada saat terjadinya perang Badar yang tak terhindarkan lagi pada saat orang
nuslim Madinah hendak merampas harta kafilah dagang ini. Harta rampasan inilah
modal kekayaan orang-orang muslim di Madinah. Harta rampasan ini dibagi-bagikan
kepada penduduk Madinah. Dan pada saat ini pula turun ayat yang mewajibkan
puasa dan membayar zakat. Sehingga orang-orang muslim yang miskin di Madinah
dapat terbantu karena syari’ah yang ditetapkan Allah.[6]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah menerima
wahyu kedua, rasulullah menyadari tugas yang dibebankan pada dirinya. Maka
mulailah secara diam-diam mengajak orang memeluk Islam., mula-mula kepada
keluarga keudian para sahabat dekat. Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah
yang bersifat rahasia, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi untuk berdakwah
secara teang-teangan, yaitu dengan turunnya ayat (Q.S Al Hijr15:94) yang
Artinya: “ maka sampaikanlah oleh mu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepada mu) dan berpalinglah dari orang-orang musrik”.
Setalah tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ),
Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Kedudukannya sebagai Rasul
secara otomatis merupakan sebagai Kepala Negara. Dalam rangka memperkokoh
masyarakat dan negara baru itu, Nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Subarman,
Munir. 2008. Sejarah Peradaban Islam
Klasik. Cirebon. Pengger Prass.
Al-Usairy,
Ahmad. 2003. Sejarah Islam. Jakarta. Akbar
Media Eka Sarana.
http://fikriyogi.wordpress.com/2011/07/28/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode-makkah-dan-madinah/
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-masa-nabi-muhammad-saw.html
Tag :
MAKALAH AGAMA
0 Komentar untuk "Contoh Makalah Agama Tentang Sejarah Peradaban Islam Masa Nabi Muhammad SAW"