BAB II
LANDASAN TEORI
A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Jean Piaget (1986-1980) menyatakan bahwa struktur kognitif sebagai
skemata (Schemas), yaitu kumpulan skema-skema. Seseorang individu mengikut,
memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena objek skemata
yang bekerja. Skemata orang dewasa lebih lengkap dari anak-anak.
Pendapat Jean Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak
adalah sebagai berikut ;
a.
Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan
orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka
mempunyai cara yang khas untuk menyatakan keinginan dan untuk menghayati dunia
sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
b.
Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap
tertentu menurut suatu urutan yang sama bagi semua orang.
c.
Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu
melalui suatu urutan yang sama bagi semua orang.
d.
Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu
melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dan satu
tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
e.
Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor,
yaitu : kematangan, pengalaman, interaksi
sosial, dan equilibration (proses dari ketiga
faktor di
atas bersama-sama untuk membangun dan
memperbaiki struktur mental).
Perkembangan skemata berlangsung terus menerus melalui adaptasi dengan
lingkungannya. Skemata tersebut membentuk pola penalaran tertentu pada anak.
Makin baik skemata anak, makin baik pula pola penalaran anak tersebut. Proses
terjadinya adaptasi dari skemata ada dua cara, yaitu : asimilasi adalah proses
pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah
terbentuk, dan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru tidak dapat
di asimilasi, karena tidak ada skema yang sesuai yang telah dimilikinya.
Piaget membagi 4 tingkat perkembangan kemampuan otak untuk berpikir
mengembangkan pengetahuan (kognitif), yaitu :
a.
Sensori motorik (umur 2 tahun)
1.
Pengalaman berdasarkan gerakan fisik dan sensori.
2.
Mampu melambangkan objek fisik ke dalam
lambing-lambang, meniru suara mobil dan gerakan-gerakan.
3.
Pada awalnya objek-objek menyatu dengan dirinya,
selanjutnya terpisah dari dirinya.
b.
Pra operasional (umur 2-7 tahun)
1.
Pengalaman berdasarkan pengalaman konkret daripada
logis.
2.
Anak belum memahami konsep kekekalan (konservasi)
banyak, materi, volume, panjang dan luas.
c.
Konkret operasional (umur 7-11 tahun)
1.
Anak secara lengkap memahami konsep kekekalan.
2.
Anak mampu mengurutkan objek.
3.
Mampu membedakan dua benda yang berbeda karakteristik.
4.
Mampu mengikat definisi yang telah ada mengungkapkannya
kembali, tapi belum mampu merumuskan sendiri definisi-definisi.
5.
Belum menguasai simbol verbal dan abstrak.
d.
Format operasional (umur 11 tahun ke atas)
Tahap ini adalah tahap perkembangan akhir dari kognitif anak sehingga
segala sesuatu yang belum dipahami pada tahap selanjutnya sudah mulai dikuasai
walaupun secara bertahap.
Ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera,
khususnya oleh guru, yaitu : strategi memahami isi materi pelajaran dan
strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta
menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran.
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar,
1989 : 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak
melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru
dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran
karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi,
1988 : 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang
meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi
skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996 : 7).
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara
pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif
anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan
proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan
keseimbangan (Poedjiadi, 1999 : 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat
dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkontruksi
ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995 : 222)
mengajukan karakteristik sebagai berikut : (1) siswa tidak dipandang sebagai
sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan
seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang
datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran
bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
(5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran,
materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih
mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi
dan akomodasi sesuai dengan skema yang dimilikinya. Belajar merupakan proses
aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan terkait bagaikan jarring
laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hierarkis (Hudoyo, 1998 : 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri
pembelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan
tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok
Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap
perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental.
Ruseffendi (1998 : 133) mengemukakan bahwa : (1) perkembangan intelektual terjadi
melaluia tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama.
Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dengan urutan
yang sama, (2) tahap-tahap terdebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari
operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan
penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual, dan (3)
gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration),
proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman
(asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan konstruktivisme kognitif ala Piaget, konstuktivisme
sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan
dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery
dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang
(Poedjiadi, 1999 : 62). Dalam pembelajaran lain Tanjung (1998 : 7) mengatakan
bahwa inti konstuktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan
eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan
anak (Poedjiadi, 1999 : 63) adalah sebagai berikut : (a) tujuan pendidikan
menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak
yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi, (b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui
belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan
(c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan
teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan
pada diri peserta didik.
Untuk melanjutkan silahkan ---------- KLIK DISINI -----------
Untuk melanjutkan silahkan ---------- KLIK DISINI -----------
Tag :
Skripsi Matematika
0 Komentar untuk "Contoh Landasan Teori dan Karakteristik Siswa Sekolah Dasar dalam Skripsi Matematika"